Desain dan Perilaku manusia memiliki hubungan yang sangat erat kalau menurut gue. Dimana sebuah Desain bisa diterima dengan baik apabila kita bisa mengetahui akan perilaku manusia. Kenapa demikian ?
Manusia sejak lahir kalau menurut gue sudah membawa satu kebiasaan, satu tradisi, satu budaya, yang diajarkan baik dari lingkungan sekitar maupun keluarga. Dan ketika itulah seorang manusia mulai mengenal sebuah kata, yaitu : "Desain". Mulai dari sebuah symbol, tanda, warna, bentuk dan perihal lainnya.
Kita pernah dengar, dimana pada sebuah negara warna bisa memiliki sebuah arti yang berbeda. Ini karena memang dipengaruhi oleh sebuah budaya dan tempat dimana mereka tinggal. Begitupun dengan Negara kita yang memang memiliki berbagai macam suku dan budaya.
Gue selalu mengobservasi bahwa sebuah desain yang maksimal, akhirnya disepakati oleh kebiasaan si Client itu sendiri. Bisa jadi seorang client yang sedang kita tangani memiliki kebiasaan ingin sesuatu yang baru, maka kita bisa mengeksplorasi dengan cara melihat apa yang sedang trend pada saat ini. Ada juga client yang ingin kembali kepada masa lalu (Vintage), maka kita juga harus eksplor kepada masa yang ingin ditujunya.
Atau setelah gue pelajari banyak model, terkadang variabel kebiasaan si client juga mempengaruhi sebuah komposisi desain yang akan gue buat. Ketika tanpa sadar si client betah berlama-lama ria pada sebuah lounge, maka semua desain dan interior yang ada disekelilingnya akan menjadi refrensi pada satu pencapaian sebuah desain yang akan kita buat.
Sangat sulit sekali jika kita menebak-nebak tanpa adanya creative brief dalam pembuatan sebuah komposisi pada desain. Bisa jadi apa yang kita kerjakan akan menjadi satu hal yang sia-sia, alias tidak digunakan oleh client, alias di tolak. Eksplorasi adalah jawaban yang paling akurat dalam menemukan baik taste si client ataupun Style yang diinginkan dalam pembuatan grafis yang akan kita buat.
Bagus pada client A belum tentu sama bagusnya ketika kita presentasi kepada client B. Itulah yang menarik yang menjadi tantangan bagi seorang designer. Dimana setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda serta selera yang berbeda pula.
Gue sering menganalogikan sebuah desain itu adalah makanan. Ketika kita berbicara sushi, tidak semua orang senang jika kita menyajikan sushi tersebut kepada semua orang. Begitu pula dengan Desain. Mereka memilki selera yang berbeda-beda dengan definisi "enak" yang berbeda pula.
Walau demikian, gue menjadikan itu satu hal yang sangat menarik. Dimana akhirnya gue bisa belajar banyak tentang selera orang banyak, berusaha menyajikan hidangan yang bisa diterima oleh masing-masing lidah orang yang gue sajikan.
Kendati demikian, masih banyak orang diluar sana yang menganggap sebuah pekerjaan yang gue lakukan dengan kawan-kawan gue ini adalah sebuah pekerjaan yang tidak memiliki landasan ilmu, alias "itu kan gampang".
"Tinggal pakai photoshop doang, selesai deh".
Walau dalam hati gondok setengah mati, tapi gue selalu berusaha tersenyum mendengarkan kalimat yang menyesatkan itu. Bukan bicara Photoshop, 3D Max, Ilustrator ataupun semua software yang digunakan untuk membuat sebuah desain, akan tetapi hasil akhir yang nantinya bisa berguna bahkan tidak sedikit yang menuntut itu sampai dengan bisa menggoda orang untuk membeli.
Kalau bisa gak pakai software gue gak usah pakai software deh, biar anti maintstream. Karena terkadang mereka masih terbawa paradigma tahun 2001-an, dimana waktu itu kursus desain grafis hanya diajarkan photoshop, freehand, corel dan software yang digunakan. Mereka lupa bahwa ada sebuah pola komunikasi yang dimainkan didalam sebuah elemen grafis yang dipadu-padankan kedalam sebuah komposisi desain.
Lagi-lagi kita berbicara semua itu adalah kebiasaan manusia. Jadi Desain dan perilaku manusia itu memang sangat berkaitan erat dari jaman dahulu kala. Kalau kita lihat pada jaman batu, sebuah desain digoreskan kepada medium batu untuk menunjukan satu peradaban dan mencoba membuat satu pola komunikasi kepada manusia lainnya.
Kita pernah dengar, dimana pada sebuah negara warna bisa memiliki sebuah arti yang berbeda. Ini karena memang dipengaruhi oleh sebuah budaya dan tempat dimana mereka tinggal. Begitupun dengan Negara kita yang memang memiliki berbagai macam suku dan budaya.
Gue selalu mengobservasi bahwa sebuah desain yang maksimal, akhirnya disepakati oleh kebiasaan si Client itu sendiri. Bisa jadi seorang client yang sedang kita tangani memiliki kebiasaan ingin sesuatu yang baru, maka kita bisa mengeksplorasi dengan cara melihat apa yang sedang trend pada saat ini. Ada juga client yang ingin kembali kepada masa lalu (Vintage), maka kita juga harus eksplor kepada masa yang ingin ditujunya.
Atau setelah gue pelajari banyak model, terkadang variabel kebiasaan si client juga mempengaruhi sebuah komposisi desain yang akan gue buat. Ketika tanpa sadar si client betah berlama-lama ria pada sebuah lounge, maka semua desain dan interior yang ada disekelilingnya akan menjadi refrensi pada satu pencapaian sebuah desain yang akan kita buat.
Sangat sulit sekali jika kita menebak-nebak tanpa adanya creative brief dalam pembuatan sebuah komposisi pada desain. Bisa jadi apa yang kita kerjakan akan menjadi satu hal yang sia-sia, alias tidak digunakan oleh client, alias di tolak. Eksplorasi adalah jawaban yang paling akurat dalam menemukan baik taste si client ataupun Style yang diinginkan dalam pembuatan grafis yang akan kita buat.
Bagus pada client A belum tentu sama bagusnya ketika kita presentasi kepada client B. Itulah yang menarik yang menjadi tantangan bagi seorang designer. Dimana setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda serta selera yang berbeda pula.
Gue sering menganalogikan sebuah desain itu adalah makanan. Ketika kita berbicara sushi, tidak semua orang senang jika kita menyajikan sushi tersebut kepada semua orang. Begitu pula dengan Desain. Mereka memilki selera yang berbeda-beda dengan definisi "enak" yang berbeda pula.
Walau demikian, gue menjadikan itu satu hal yang sangat menarik. Dimana akhirnya gue bisa belajar banyak tentang selera orang banyak, berusaha menyajikan hidangan yang bisa diterima oleh masing-masing lidah orang yang gue sajikan.
Kendati demikian, masih banyak orang diluar sana yang menganggap sebuah pekerjaan yang gue lakukan dengan kawan-kawan gue ini adalah sebuah pekerjaan yang tidak memiliki landasan ilmu, alias "itu kan gampang".
"Tinggal pakai photoshop doang, selesai deh".
Walau dalam hati gondok setengah mati, tapi gue selalu berusaha tersenyum mendengarkan kalimat yang menyesatkan itu. Bukan bicara Photoshop, 3D Max, Ilustrator ataupun semua software yang digunakan untuk membuat sebuah desain, akan tetapi hasil akhir yang nantinya bisa berguna bahkan tidak sedikit yang menuntut itu sampai dengan bisa menggoda orang untuk membeli.
Kalau bisa gak pakai software gue gak usah pakai software deh, biar anti maintstream. Karena terkadang mereka masih terbawa paradigma tahun 2001-an, dimana waktu itu kursus desain grafis hanya diajarkan photoshop, freehand, corel dan software yang digunakan. Mereka lupa bahwa ada sebuah pola komunikasi yang dimainkan didalam sebuah elemen grafis yang dipadu-padankan kedalam sebuah komposisi desain.
Lagi-lagi kita berbicara semua itu adalah kebiasaan manusia. Jadi Desain dan perilaku manusia itu memang sangat berkaitan erat dari jaman dahulu kala. Kalau kita lihat pada jaman batu, sebuah desain digoreskan kepada medium batu untuk menunjukan satu peradaban dan mencoba membuat satu pola komunikasi kepada manusia lainnya.
Bersyukur ada artefak desain yang tertinggal pada saat itu sehingga kita bisa menggambarkan apa yang terjadi pada saat itu, kalau gak ada tukang gambarnya gimana tuh coba ?
Bedanya kalau seperti gambar diatas itu kita lihat memiliki fungsi membuat pola komunikasi untuk manusia lainnya, jika saat sekarang sebenarnya tidak jauh berbeda. Kita membuat sebuah visual yang memiliki Storyline-nya untuk merepresentasikan apa yang ingin disampaikan oleh client kepada audiens-nya. Hanya bedanya kalau sekarang mediumnya sudah variatif, tidak hanya batu.
Tanda, warna, bentuk, merupakan tatanan yang dibuat yang membentuk sebuah pola komunikasi untuk menyampaikan sesuatu. Itu mutlak kalau gue mah, gak mungkin client ingin membuat desain tidak memiliki tujuan. Kalau tujuan itu tidak tercapai tidak jarang juga designer yang disalahkan, akan tetapi kalau tercapai, jarang juga designer mendapatkan apresiasinya.
Paling tidak untuk pelipur lara, para agency membuat sebuah pariwara dengan parameter yang mereka sepakati untuk memberikan apresiasi untuk sebuah karya yang memang memilki makna yang baik dalam menyampaikan komunikasi kepada audiens-nya.
Kalau ada yang bilang membuat sebuah konsep untuk desain itu mudah, maka jawaban gue selalu, pasti dia melihat design itu dari angle yang salah.
Salam Kreatif,
Arie fabian
Bedanya kalau seperti gambar diatas itu kita lihat memiliki fungsi membuat pola komunikasi untuk manusia lainnya, jika saat sekarang sebenarnya tidak jauh berbeda. Kita membuat sebuah visual yang memiliki Storyline-nya untuk merepresentasikan apa yang ingin disampaikan oleh client kepada audiens-nya. Hanya bedanya kalau sekarang mediumnya sudah variatif, tidak hanya batu.
Tanda, warna, bentuk, merupakan tatanan yang dibuat yang membentuk sebuah pola komunikasi untuk menyampaikan sesuatu. Itu mutlak kalau gue mah, gak mungkin client ingin membuat desain tidak memiliki tujuan. Kalau tujuan itu tidak tercapai tidak jarang juga designer yang disalahkan, akan tetapi kalau tercapai, jarang juga designer mendapatkan apresiasinya.
Paling tidak untuk pelipur lara, para agency membuat sebuah pariwara dengan parameter yang mereka sepakati untuk memberikan apresiasi untuk sebuah karya yang memang memilki makna yang baik dalam menyampaikan komunikasi kepada audiens-nya.
Kalau ada yang bilang membuat sebuah konsep untuk desain itu mudah, maka jawaban gue selalu, pasti dia melihat design itu dari angle yang salah.
Salam Kreatif,
Arie fabian
Comments
Post a Comment